Kerinci
Sekepal Tanah Surga yang Terabaikan
Sabtu, 26 Juni 2010 07:09 WIB
Irma Tambunan dan Ilham Khoiri
KOMPAS.com - Kerinci, di perbatasan Jambi dan Sumatera Barat, bisa dibilang surga dunia wisata. Kawasan ini tak saja memiliki banyak pesona alam dan budaya, tetapi semuanya hadir bersama: gunung, danau, air terjun, kebun teh, hutan taman nasional, peninggalan bersejarah, dan seni tradisional.
Mari kita daki Bukit Kayangan, satu kawasan puncak di Sungai Penuh, pusat kota kabupaten yang telah dimekarkan dan berjarak 10 kilometer dari pusat kota.
Memandang ke arah barat, pepohonan rimbun memenuhi gugusan Bukit Barisan. Berpaling ke timur, Kota Sungai Penuh terhampar di sebuah lembah bepermukiman padat. Tampak pula Danau Kerinci dengan airnya yang kebiruan.
Di puncak bukit itu kita bisa merasakan udara dingin yang segar. Kabut dengan cepat menyelimuti seluruh pemandangan. Bak berada dalam dunia mimpi. ”Bukit ini jadi favorit wisatawan yang ingin menikmati seluruh kawasan Kerinci dari kejauhan,” papar Sofa, warga Sungai Penuh, awal Mei lalu.
Turun dari Bukit Kayangan, kita bisa menuju Kayu Aro, sentra pertanian hortikultura dan perkebunan teh di kaki Gunung Kerinci. Hamparan kebun teh tua membentuk petak-petak seperti motif beludru. Tak hanya menawan, kebun ini juga punya banyak keunikan.
Didirikan Belanda tahun 1928, Kebun Teh Kajoe Aro menjadi satu hamparan teh terluas di dunia, 2.624 hektar, yang mencakup 29 desa. ”Teh Kajoe Aro menjadi langganan para bangsawan di Eropa,” kata Saiful Kholik Tanjung, Asisten Kepala Perkebunan Teh PTPN VI di Kayu Aro.
Di atas beludru hijau itu, Gunung Kerinci terlihat gagah. Menjulang setinggi 3.805 meter di atas permukaan laut. Ini adalah gunung vulkanik tertinggi di Sumatera. Tak jauh dari kawasan ini terdapat Danau Gunung Tujuh pada ketinggian 1.950 meter di atas permukaan laut, sebagai danau vulkanik tertinggi di Asia Tenggara. Indahnya....
Kerinci terasa semakin sempurna ketika kita mengetahui bahwa daerah itu juga kaya akan seni dan budaya tradisional, terutama tari dan lagu, yang rutin digelar pada Festival Danau Kerinci di pelataran danau. Selain itu, ada pula sejumlah batu besar peninggalan zaman megalitik pada awal Masehi, Danau Kaca, Rawa Bento, Air Terjun Telung Berasap, dan Air Panas Sumurup.
Daftar wisata alam di Kerinci sekitar 20 obyek. Semuanya punya pesona kuat karena umumnya masih perawan alias terpelihara dengan baik.
Saking indah dan lengkapnya pesona alam di kawasan ini, muncul sebutan yang agak bombastis: Kerinci bagaikan sekepal tanah surga di dunia.
”Pokoknya, jangan mati sebelum ke Kerinci,” demikian pesan Bustomi (45), warga Gunung Tujuh, Kerinci.
Akses sulit
Sayangnya, berbagai potensi alam itu tak didukung infrastruktur memadai. Sarana pendukung seperti jalan raya, angkutan umum, dan penginapan kurang menunjang. Ini problem klasik yang menimpa banyak pengembangan wisata di Tanah Air. Soal akses jalan raya bisa menjadi masalah serius.
Kerinci saat ini bisa diakses dari tiga lokasi, yaitu dari Tapan dan Solok Selatan, Sumatera Barat, serta Bangko, Jambi. Di antara ketiga akses itu, hanya jalan dari Solok Selatan menuju Sungai Penuh yang kondisinya baik, walaupun berkelok-kelok. Sementara, dari Tapan dan Bangko, jalannya hancur-hancuran.
Jalan dari Kota Bangko menuju Kerinci sepanjang 60-an kilometer sudah lama rusak. Begitu pula ruas dari Tapan menuju Sungai Penuh. Lubang besar, aspal terkelupas dan retak-retak sangat mengganggu perjalanan.
Beberapa titik di jalanan yang berkelok-kelok di atas bukit itu juga longsor. Saat hujan deras, longsoran kerap menyelimuti badan jalan. Kendaraan sulit melintas, bahkan jika melintas bisa tertimbun reruntuhan tanah merah.
”Jalan di sini deg-degan terus. Takut tergelincir masuk jurang atau terkena runtuhan longsoran,” ujar Faisal, pengunjung dari Jakarta.
Sebenarnya ada juga transportasi udara, dari Bandar Udara Depati Parbo di Sungai Penuh. Setelah hampir tiga tahun ditutup, bandara itu belakangan ini beroperasi kembali.
Perjalanan udara dari Kota Jambi ke Kerinci dapat ditempuh satu jam saja. Namun, frekuensi penerbangannya rendah. Sebulan terakhir ini satu-satunya maskapai penerbangan dari Jambi menuju Kerinci, Riau Airlines, bahkan tidak lagi beroperasi, dari semula dua kali seminggu.
Transportasi umum lainnya juga minim. Untuk menempuh perjalanan darat selama 10-12 jam dari Jambi ke Kerinci hanya tersedia sejumlah minibus dan bus ekonomi. Tingkat kenyamanannya jauh dari memadai.
Hotel yang berfasilitas baik masih terbatas. Tapi, di Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro, ada sejumlah rumah warga yang dijadikan home stay. Tamu bisa menginap di sana sambil larut dalam kehidupan warga yang sebagian besar bekerja sebagai petani sayur.
Lemahnya infrastruktur membuat pesona alam Kerinci menjadi terabaikan, bahkan seperti terisolasi. Akibatnya, Kerinci belum menjadi tujuan wisata favorit bagi wisatawan domestik, apalagi mancanegara.
Penurunan
Persoalan infrastruktur menyebabkan jumlah wisatawan asing ke Kerinci terus menyusut dalam tiga tahun terakhir. Menurut catatan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (DPOKP) Kerinci, tahun 2007 terdapat 2.629 wisatawan asing. Jumlah ini menurun menjadi 2.601 orang pada 2008, dan melorot lagi menjadi 2.267 orang pada 2009.
Menurut Kepala Dinas DPOKP Kerinci Arlis Harun, rata-rata 70 wisatawan mengunjungi sejumlah obyek wisata di Sumatera per hari, dari arah selatan. Ketika melewati Kota Bangko yang merupakan pintu gerbang menuju Kerinci dan Sumatera Barat, wisatawan asing umumnya memilih untuk meneruskan perjalanan ke Sumatera Barat. Soalnya, jalan dari Kota Bangko menuju Kerinci rusak berat.
”Banyak wisatawan yang batal mengunjungi Kerinci setelah tahu jalannya hancur. Bagaimanapun, infrastruktur memang jadi salah satu pertimbangan utama wisatawan,” tutur Arlis.
Ketua Asosiasi Agen Travel (Asita) Jambi Ali Siwon mengatakan, lebih dari 60 persen wisatawan yang berkunjung ke Kerinci datang dari Padang, bukan dari Jambi. ”Infrastruktur dari Padang jauh lebih baik sehingga wisatawan lebih nyaman menempuh jalur itu,” ujarnya.
Itulah fakta saat ini. Jika tak dibangun infrastruktur yang memadai, surga dunia tersebut tentunya akan terus terpinggirkan. Jargon ”jangan mati sebelum ke Kerinci” agaknya menjadi sebatas wacana saja.
Ralat dalam Saman Dewan Bandaraya Kuala Lumpur
8 years ago