Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi. Luas wilayahnya 4.200 km²; dengan populasi 300.000 jiwa. Ibu kotanya ialah Sungai Penuh.
Nama Kerinci
Nama ‘Kerinci’ berasal dari bahasa Tamil “Kurinci”. Tanah Tamil dapat dibagi menjadi empat kawasan yang dinamakan menurut bunga yang khas untuk masing-masing daerah. Bunga yang khas untuk daerah pegunungan ialah bunga Kurinci (Latin Strobilanthus. Dengan demikian Kurinci juga berarti 'kawasan pegunungan'.
Di zaman dahulu Sumatra dikenal dengan istilah Swarnadwipa atau Swarnabhumi (tanah atau pulau emas). Kala itu Kerinci, Lebong dan Minangkabau menjadi wilayah penghasil emas utama di Indonesia (walaupun kebanyakan sumber emas terdapat di luar Kabupaten Kerinci di daerah Pangkalan Jambu, Kabupaten Merangin). Di daerah Kerinci banyak ditemukan batu-batuan Megalitik dari zaman Perunggu (Bronze Age) dengan pengaruh Budha termasuk keramik Tiongkok. Hal ini menunjukkan wilayah ini telah banyak berhubungan dengan dunia luar.
Awalnya ‘Kerinci’ adalah nama sebuah gunung dan danau (tasik), tetapi kemudian wilayah yang berada di sekitarnya disebut dengan nama yang sama. Dengan begitu daerahnya disebut sebagai Kerinci (“Kurinchai” atau “Kunchai” atau “Kinchai” dalam bahasa setempat), dan penduduknya pun disebut sebagai orang Kerinci.
Sejarah Kerinci
Menurut Tambo Alam Minangkabau, Daerah Rantau Pesisir Barat (Pasisie Barek) pada masa Kerajaan Alam Minangkabau meliputi wilayah-wilayah sepanjang pesisir barat Sumatra bahagian tengah mulai dari Sikilang Air Bangis, Tiku Pariaman, Padang, Bandar Sepuluh, Air Haji, Inderapura, Muko-muko (Bengkulu) dan Kerinci. Dengan demikian Kerinci merupakan daerah Minangkabau.
Pada waktu Indonesia merdeka, Sumatera bahagian tengah mulai dipecah menjadi 3 provinsi:
1. Sumatera Barat (meliputi daerah Minangkabau)
2. Riau (meliputi wilayah kesultanan Siak, Pelalawan,Rokan,Indragiri, Riau-Lingga ditambah Rantau Minangkabau Kampar dan Kuantan)
3. Jambi (meliputi bekas wilayah kesultanan Jambi ditambah Rantau Minangkabau Kerinci)
Dengan demikian sebenarnya Orang Kerinci hidup dengan budaya Minangkabau namun menjadi orang Jambi.
Letak Kerinci
Kerinci berada di ujung barat Provinsi Jambi, berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat (Minangkabau) di sebagian barat dan utara. Di selatan mereka berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.
Daerah Kerinci ditetapkan sebagai sebuah Kabupaten sejak awal berdirinya Provinsi Jambi, dengan pusat pemerintahan di Sungai Penuh. Daerah Kerinci memiliki luas 4.200 km2 terdiri atas 11 kecamatan (yang merupakan rangkaian kampung atau pemukimam). Statistik tahun 1996 menunjukkan populasi suku Kerinci sekitar 300.000 jiwa.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, Kerinci merupakan kawasan yang telah memiliki kekuasaan politik tersendiri.Sebelum Belanda masuk Kerinci mencatat tiga fase sejarahnya yaitu: Periode Kerajaan Manjuto atau Kerajaan Pamuncak Nan Tigo Kaum, Periode Depati, dan Periode Depati IV Alam Kerinci. Kerajaan Manjuto, sebuah kerajaan yang berada di antara Kerajaaan Minangkabau dan Kerajaan Jambi, beribukotakan di Pulau Sangkar. Berikutnya, pada dua periode Depati, Pulau Sangkar memainkan peran sentral sebagai salah satu dari empat pusat kekuasaan di Kerinci (Rasyid Yakin, hal. 4 -14).
Tetapi semenjak Belanda mulai menduduki Kerinci pada 1914, peran sentral Pulau Sangkar secara politik pemerintahan mulai mengalami penyusutan. Ketika Belanda menetapkan Kerinci sebagai sebuah afdelling dalam kekuasaaan Karesidenan Jambi (1904) maupun di bawah Karesidenan Sumatera Barat (1921), dan ketika Kerinci menjadi sebuah kabupaten sendiri dalam wilayah Propinsi Jambi (pada 1958), Pulau Sangkar hanyalah sebuah ibukota kemendapoan (sebuah unit pemerintahan setingkat di bawah kecamatan dan setingkat di atas desa).
Kabupaten Kerinci dikenal sebagai Kabupaten yang memiliki panorama yang terindah di Provinsi Jambi yang keindahannya menjadi terkenal dengan keberadaan Gunung Kerinci yang merupakan gunung tertinggi di Sumatera, Air Terjun Telun Berasap dan Danau Gunung Tujuh di kaki Gunung Kerinci. Keberadaan Taman Nasional Kerinci Seblat yang merupakan paru-paru dunia, dimana hidup bermacam flora dan fauna yang berguna untuk penelitian, Danau Kerinci, Danau Lingkat dan sejumlah peninggalan bersejarah serta banyaknya objek menjadi keindahan Kerinci semakin menarik.
Letak wilayah Kabupaten Kerinci secara geografis adalah di antara 01 41’ sampai 02 26’ lintang selatan dan 101 08’ sampai 101 40’ bujur timur dengan ibu kota Sungai Penuh yang berjarak 418 km dari Kota Jambi.
Kabupaten Kerinci secara administratif dibagi dalam 17 (tujuh belas) Kecamatan dengan berbagai perkembangannya masing-masing, baik karena potensi geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun karena pembangunan prasarana pada masing-masing wilayah.
Sebagai suatu wilayah Kabupaten Kerinci terbentang di atas wilayah seluas 420.000 Ha dan merupakan kabupaten terkecil kedua diantara kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jambi (± 7,86% dari total Provinsi). Dari wilayah Kerinci keseluruhan, 52 % merupakan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, hanya sekitar 48 % yang merupakan kawasan budidaya atau kurang dari 4% dari seluruh wilayah Provinsi Jambi. Dari luas wilayah 205.000 Ha kawasan budidaya, seluas 41.620 Ha (20,56%) adalah kawasan non pertanian dan seluas 163.380 Ha untuk lahan pertanian. Kabupaten Kerinci adalah wilayah yang subur dengan keterbatasan lahan, harus berupaya menggali potensi alternatif yang dapat digunakan untuk mepercepat proses pembangunan, terutama dengan memanfaatkan potensi alam yang mengandung keindahan dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Jumlah penduduk Kabupaten Kerinci per 31 Desember 2006 sebesar 311.354 jiwa, yang terdiri dari 154.227 jiwa penduduk laki-laki dan 157.127 jiwa penduduk perempuan dengan ratio 98 Kepadatan penduduk tahun 2006 sebesar 74 jiwa per km2. Berdasarkan Kerinci Dalam Angka Tahun 2005, penduduk Kabupaten Kerinci berjumlah 308.785 jiwa. Ini berarti pertumbuhan penduduk Kabupaten Kerinci bertambah sebesar 0,83 % pertahun. Sedangkan berdasarkan perhitungan sementara per Desember 2006, jumlah penduduk Kabupaten Kerinci Tahun 2006 mencapai 311.354 jiwa.
Sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan. Lahan-lahan pertanian dan perkebunan menghasilkan beraneka ragam produk seperti, Sayu-sayuran, Palawija Buah-buahan (Alpukat, Pisang, Manggis, Durian, Jeruk, dll). Pertanian pada sawah merupakan hamparan yang paling luas memberi keindahan alam yang mempesona disaat musim panen tiba. Selai itu produk perkebunan seperti Kayu Manis (Cassiavera), Kopi dan Teh merupakan produk dengan kwalitas ekspor. Tujuan Ekspor meliputi Negara Eropa, Amerika, Arab dan Asia Timur. Kondisi pertanian dan perkebunan ini merupakan obyek agrowisata yang menarik khas dataran tinggi Kerinci.
Sebagian dari daerah Kerinci merupakan daerah berhutan lebat yang alami. Didalamnya masih tersimpan kekayaan flora dan fauna yang menarik dan terlindung dengan baik. Beberapa diantaranya adalah binatang langka dan dan jenis tumbuhan endemic khas Kerinci, sehingga kawasan hutan Kerinci ditetapkan menjadi bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Hutan yang alami serta flora dan fauna yang terlindungi merupakan atraksi objek Ekowisata yang mengagumkan.
Budaya Kerinci
Budaya Kerinci sangat khas. Tari-tariannya adat merupakan campuran Minang dan Kerinci serta Melayu. Misalnya, Tari Joged Sitinjau Laut. Lagu-lagu Kerinci juga terkenal unik. Pakaian adatnya juga sangat indah. Rumah suku Kerinci disebut "Larik" karena terdiri dari beberapa deretan rumah petak yang bersambung-sambung. Di Jambi, Kerinci adalah satu-satunya wilayah yang menganut adat Perpatih Minangkabau (Matrilineal).
Sosial Budaya
Penduduk (masyarakat) Kerinci adalah merupakan penduduk asli, artinya masyarakat Kerinci sejak nenek moyangnya telah lama menetap di daerah ini. Keadaan sosial budaya masyarakat Kerinci dicirikan oleh adanya Suku Kerinci, yaitu meupakan turunan suku Melayu Tua yang telah menetap sejak zaman Mezoliticum, serta mempunyai bahasa dan dialek spesifik (Bahasa Kerinci) dengan tulisan Rencong Srik.
Daerah pertanian merupakan enclave yang terluas dalam Kawasan TNKS dan merupakan daerah yang subur dan relatif terisolir. Menyebabkan perkembangan kebudayaan lebih menonjolkan sifat religius (Agamis dengan mayoritas beragama Islam) serta penghormatan pada peninggalan nenek moyang. Hubungan kekerabatan lebih erat dan terikat satu sama lain yaitu terlihat adanya suatu strata masyarakat tuo-tuo tengganai (tokoh masyarakat, Ninik Mamak, kaum kerabat) Alim Ulama, Cerdik Pandai, masyarakat biasa dan golongan orang-orang tua serta golongan orang muda.
Peninggalan budaya merupakan asset budaya, seperti :
- Masjid Keramat di Pulau Tengah
- Masjid Agung di Pondok Tinggi
- Masjid Keramat di Lempur Mudik
- Masjid Kuno di Lempur Tengah
- Pernik Tembikar Rawang di Sungai Penuh
- Tulisan Rencong pada Tanduk di Sungai Penuh
- Batu bersurat di Benik, Muak dan Semurup.
- Makam Pahlawan Perang Depati Parbo di Lolo Kecil.
Di samping peninggalan kebudayaan masih terdapat kegiatan budaya, yaitu pelaksanaan adat istiadat yang secara turun temurun masih berlangsung, baik sendiri-sendiri, berkelompok atau secara resmi maupun tidak resmi.
Kegiatan adat istiadat (kebiasaan) seperti acara perkawinan, khitanan, kematian, turun ke sawah, panen, mendirikan rumah, pengangkatan tokoh masyarakat (Kenduri Sko) serta sifat gotong royong masyarakat sampai saat sekarang masih banyak terdapat di kalangan masyarakat di tiap-tiap desa dan kelurahan di Kabupaten Kerinci. Keadaan ini ditunjang oleh karena daerah Kerinci sudah sejak lama terbuka hubungan dengan daerah luar seperti dari Sumatera Barat serta tingkat pendidikan yang relatif tinggi dan mobilitas antara penduduk lebih dinamis.(sumber laman web kerincikab.go.id)
Bahasa Kerinci
Bahasa Kerinci termasuk salah satu anak cabang bahasa Austronesia yang dituturkan dengan dialek Kerinci. Bagi masyarakat bagian pesisir barat Minangkabau, Bahasa Kerinci tidak begitu asing, namun menjadi agak aneh bagi orang daerah lain di Jambi yang condong ke Melayu Palembang dan Melayu Riau. Salah satu yang khas dari dialek Kerinci di antaranya adalah melafalkan ‘i’ menjadi ‘ai’ misal: ‘Orang Kerinci pergi ke Jambi’ diucapkan ‘Uhang Kinchai lalau ka Jamboi’, atau melafalkan ‘a’ menjadi ‘ea’ atau ‘oi’ misal : "bila" menjadi "bilea", "atas menjadi "atoih", "Tadi menjadi "tadoih".
Ada lebih dari 30 dialek bahasa yang berbeda di tiap-tiap desa di daerah Kerinci. Seperti pengucapan 'Anda', di Desa Lempur (Kec. Gunung Raya) diucapakan dengan 'Kaya' sedangkan di Kec. Sungai Penuh diucapakan dengan 'Kayo'. Perbedaan dialek ini juga ditandai dengan dengan perbedaan budaya yang ada di masing-masing desa di Kerinci.
Bahasa dan Budaya Kerinci
Kata Kerinci berasal dari bahasa Tamil Kurinji yaitu nama bunga kurinji (Strobilanthes kunthiana) yang tumbuh di India Selatan pada ketinggian di atas 1800m. Karena itu Kurinji juga merujuk pada kawasan pegunungan.
Suku Kerinci sebagaimana juga halnya dengan suku-suku lain di Sumatra termasuk ras Mongoloid Selatan berbahasa Austronesia.
Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat suku Kerinci termasuk dalam kategori Melayu, dan paling dekat dengan Minangkabau dan Melayu Jambi. Sebagian besar suku Kerinci menggunakan bahasa Kerinci, yang memiliki beragam dialek, yang bisa berbeda cukup jauh antar satu tempat dengan tempat lainnya di dalam wilayah Kabupaten Kerinci. Untuk berbicara dengan pendatang biasanya digunakan bahasa Minangkabau atau bahasa Indonesia (yang masih dikenal dengan sebutan Melayu Tinggi).
Suku Kerinci memiliki aksara yang disebut surat incung yang merupakan salah satu variasi surat ulu.
Sebagian penulis seperti Van Vollenhoven memasukkan Kerinci ke dalam wilayah adat (adatrechtskring) Sumatera Selatan, sedangkan yang lainnya menganggap Kerinci sebagai wilayah rantau Minangkabau.
Suku Kerinci merupakan masyarakat matrilineal.
Sebagaimana diketahui dari Naskah Tanjung Tanah, naskah Melayu tertua yang ditemukan di Kerinci, pada abad ke-14 Kerinci menjadi bagian dari kerajaan Malayu dengan Dharmasraya sebagai ibu kota. Setelah Adityawarman menjadi maharaja maka ibu kota dipindahkan ke Saruaso dekat Pagaruyung di Tanah Datar
sumber:wikepidea indonesia
Ralat dalam Saman Dewan Bandaraya Kuala Lumpur
8 years ago